*Ajalmu Tidak Menunggu Taubatmu*
Oleh : Al-Ustadz Oemar Mita, LC
Masjid Al Irsyad Surabaya
5 Rajab 1439 H / 23 Maret 2018
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh
# Diingatkan diawal majelis ilmu ini, agar kita senantiasa banyak bersyukur kepada Allah Ta'ala atas segala nikmat yang selalu diberikanNya kepada kita.
Al-Hasan Al-Bashri berkata :
هُوُ الْكَفُوْرُ الَّذِي يَعُدُّ الْمَصَائِبَ، وَيَنْسَى نِعَمَ رَبِّهِ
"Dia adalah orang sangat ingkar, yang menghitung-hitung musibah dan melupakan kenikmatan-kenikmatan dari Rob-nya" (Tafsir At-Thobari
24/566).
# Shalawat serta salam bagi Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, karena kita umatnya, memiliki hutang paling besar kepada Beliau, karena Beliau Shallallahu'alaihi Wasallam membawakan nikmat berupa iman kepada Allah dan agamaNya, yang biidznillah akan menyelamatkan kita dari neraka dan memasukkan kita ke surgaNya.
# Sifat dasar manusia ketika diciptakan penuh dengan kekurangan, yaitu : bodoh, nafsu (lawwamah & amarah bissu') dan mudah tergoda bisikan syaithan di sekelilingnya.
# Ilmu Allah tidak bertepi, sangat luas. Tentu saja Allah Maha Tahu bahwa manusia akan berbuat salah dan dosa.
Allah Ta'ala berfirman:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْۤا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ ۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ ۗ قَالَ اِنِّيْۤ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30).
# Allah Ta'ala menciptakan manusia agar dia berbuat dosa & kemaksiatan kemudian menyesalinya dan bertaubat, kembali kepada Allah.
#Allah Ta'ala memiliki sifat Al Ghafuur, Maha Pengampun dan Ar Rahiim, Maha Penyayang.
Kisah nyata yang pernah dialami seorang 'ulama besar Fudhail Bin Iyadh, ketika melihat kejadian yang amat memilukan hatinya.
Dikisahkan bahwa seorang ibu marah besar kepada anaknya. Sang anak berlari keluar rumah. Lantas sang ibu mengunci pintunya.
Lama menangis di luar rumah, sang anak bingung. Ia kelelahan dan tidak menemukan sandaran untuk melabuhkan kepedihannya. Anak itu kembali. Tapi, pintu telah tertutup.
Lantas dengan nalurinya, si anak duduk bersimpuh seraya menempelkan telinga di pintu rumah. Ia tertidur.
Beberapa saat setelah itu, sang ibu memiliki hajat untuk keluar rumah. Dia membuka pintu dan mendapati anaknya tengah bersimpuh dengan amat memilukan. Sang ibu bergegas membopong anaknya, dikecupi, diusap-usap, dan ekspresi sayang lainnya.
“Anakku sayang, pergi kemana saja engkau dari tadi? Ibu menyayangimu. Jangan ulangi lagi melakukan kesalahan serupa.” tutur sang ibu sepenuh cinta.
Imam Fudhail bin Iyadh yang menyaksikan kejadian itu tak kuasa menahan haru dan sedih. Air matanya menetes deras. Pikirannya membayangkan sebuah kejadian yang jauh lebih agung dari kasih sayang ibu kepada anaknya tersebut. Sayangnya, kejadian ini sering luput kita pikirkan.
Allah Jalla Jalaluh, Yang Menciptakan kita semua makhlukNya, tentu jauh lebih besar kasih sayangnya dibandingkan sang ibu tadi terhadap satu orang anaknya. Dan amatlah besar pula ampunanNya kepada kita semua.
# Nabi Adam 'Alaihissalam & Iblis La'natullah'alaih, sama-sama penghuni surga, sama-sama berbuat kesalahan, sama-sama dikeluarkan dari surga.
Yang membedakan antara keduanya adalah, Iblis tidak mau bertaubat, sedangkan Nabi Adam 'Alaihissalam bertaubat kepada Allah Ta'ala dan Allah menerima taubatnya tersebut.
Allah Ta'ala berfirman:
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰٓئِكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْۤا اِلَّاۤ اِبْلِيْسَ ۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَ ۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, Sujudlah kamu kepada Adam! Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang kafir." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 34).
Allah Ta'ala berfirman:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَاۤ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَـنَا وَتَرْحَمْنَا لَـنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
"Keduanya berkata, Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 23).
Allah Ta'ala berfirman:
فَتَلَقّٰۤى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
"Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 37).
# Allah Ta'ala memiliki sifat As-Sattar, yaitu Maha Menutupi 'Aib hambaNya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَلِيمٌ حَيِيٌّ سِتِّيرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ
Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala Maha Pemurah, kekal, dan Maha Penutup, Dia mencintai rasa malu dan sikap sitru (menyembunyikan aib). [Riwayat Abu Dawud dan Nasâ-i].
# Namun jika seseorang menjadikan 'aib (dosanya) tersebut sebagai candu, bahkan tidak pernah mengetuk pintu taubat Allah, maka Allah akan menjadikan 'aibnya tersebut menjerumuskannya semakin dalam dan terbuka kepada khalayak umum, bahkan (waiyya'udzubillahi min dzaalik) dia akan dimatikan oleh Allah dalam keadaan su'ul khatimah.
Rasûlullâh Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: كُلُّ أُمَّتِي مُعَافَاةً إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ فِي اللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ، وَقَدْ سَتَرَهُ رَبُّهُ، فَيَقُولُ: يَا فُلَانُ قَدْ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا، وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيَبِيتُ فِي سِتْرِ رَبِّهِ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap ummatku diampuni kecuali mujâhir (orang yang membuka aib sendri), dan termasuk perbuatan membuka aib, seperti seorang hamba yang melakukan sebuah perbuatan pada malam hari kemudian keesokan harinya ia berkata, ‘Wahai, fulan ! Tadi malam aku telah melakukan ini dan itu,’ padahal malam harinya Allâh menutupi perbuatannya, akan tetapi keesokan harinya ia membuka penutup yang Allâh telah berikan”. [HR. Muslim].
# Taubat yang tulus dari seorang hamba kepada Allah, akan mendapat kemuliaan disisi Allah Ta'ala.
Ma’iz bin Malik – radhiyallahu ‘anhu -, dia sudah menikah. Suatu ketika, syaithan menggodanya sehingga dia terjatuh dalam dosa besar, berzina dengan seorang wanita.
Ma’iz adalah seorang yang beriman. Dia tidak merasa tenang dengan dosa yang telah dia lakukan. Dengan rasa penyesalan atas dosa tersebut, dia mendatangi Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, Sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku, aku telah berzina. Sesungguhnya aku menginginkan agar engkau menyucikanku.”
Akan tetapi Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – menolaknya. Ma’iz pulang dengan hati sedih karena ditolak oleh Rasulullah. Rasa penyesalannya semakin bertambah-tambah. Sehingga keesokan harinya, dia datang lagi kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Rasulullah menolaknya kembali.
Kali yang ketiga, dia datang kembali mengakui dosanya. Maka Rasulullah memerintahkan untuk menegakkan hukuman atas Ma’iz, yaitu hukuman rajam (karena Ma’iz telah menikah). Dia ditimbun dengan tanah kemudian mereka melemparinya. Ma’iz mati. Manusia pun berselisih pendapat tentang Ma’iz. Sebagian mengatakan, “Sesungguhnya dia telah binasa karena perbuatan buruknya dan kesalahannya.” Sebagian yang lain mengatakan, “Sesungguhnya dia telah bertaubat dengan benar dan ikhlash.” Maka Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh dia telah bertaubat dengan taubat yang apabila dibagikan di antara umat maka akan mencukupi.” [HR. Muslim].
# Sangatlah besar hakikat taubat hamba kepada Tuhannya, Allah Jalla Jalaluh.
An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75).
# Perhatikan 5 hal ini dalam bertaubat :
1. Niat, hanya karena mengharap ridho Allah semata, hindari riya', ujub, takabbur, sum'ah. Hindari banyak mengumbar kisah hijrah kita kepada banyak orang.
'Ulama berkata, "Tutuplah kebaikanmu sebagaimana kamu menutupi keburukanmu."
2. Waspada terhadap dosa lain yang berpotensi untuk terjadi ketika kita meninggalkan suatu dosa.
Misal : Jika kita telah bertaubat dari menghindarkan musik, maka jangan sampai muncul dosa ghibah atau mencaci maki orang lain yang belum bertaubat atas dosa tersebut.
3. Tidak perlu menceritakan dosanya tersebut kepada orang lain. Jangan menjadi Mujahirin.
4. Iringilah taubat dengan banyak bershadaqah. Shadaqah mampu menghapuskan dosa.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api“. (HR. At-Tirmidzi).
5. Jika terkait hak orang lain, datangi dan mintalah maaf kepadanya. Karena dosa yang telah terjadi, baru akan diampuni setelah mendapat maaf dari orang yang dirugikan haknya.
# Bertaubat ada 2 macam :
1. Taubat mutlaq, ialah bertaubat dari segala perbuatan dosa,
2. Taubat Muqayyad, ialah bertaubat dari salah satu dosa tertentu yang pernah dilakukan.
# Para 'ulama -rahimahullah- membagi syafa’at ini menjadi dua :
Pertama : Syafa’at ‘Ammah (syafa’at yang bersifat umum). Arti umum disini bahwa Allah Ta’ala mengizinkan siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hambaNya yang shalih untuk memberikan syafa’at kepada orang yang juga diizinkan oleh Allah untuk memperoleh syafa’at. Syafa’at semacam ini bisa didapatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain beliau dari para Nabi yang lain, shidiqqin, syuhada’ dan shalihin (termasuk anak yang shalih). Yaitu bisa berupa syafa’at kepada penghuni naar dari kalangan orang beriman yang bermaksiat agar mereka bisa keluar dari neraka.
Kedua : Syafa’ah Khasshah (syafa’at yang bersifat khusus). Syafa’at ini khusus dimiliki oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan merupakan syafa’at yang paling agung. Syafa’at yang paling agung ini adalah syafa’at pada hari kiamat ketika manusia tertimpa kesedihan dan kesukaran yang tidak mampu mereka pikul, kemudian mereka meminta orang yang bisa memohonkan syafa’at kepada Allah Azza wa Jalla untuk menyelamatkan mereka dari keadaan yang demikian itu.
Wallahu Ta'ala A'lam.
(Diringkas oleh : Isfanz Rozyn)