Jumat, 14 Agustus 2020

DETIK ITU

 

Sinar sang surya telah meninggi di atas jam 12.00 WIB, surya yang sangat terik, tak ada awan yang menghalanginya, tak ada 1 burung pun yang terlihat melintasi langit, tak ada angin sejuk yang meraba dan membelai rambutku, hanya suhu panas yang kurasakan. Yang terlihat di langit hanyalah matahari dan langit berwarna biru. Ada yang mengeluh dan mencerca cuaca seperti ini. Adzan berkumandang dengan merdunya terdengar di telinga setiap umat, suara terindah yang selalu kudengar kala 5 waktu datang. Suara yang menggugah hati orang-orang mulia, mengajaknya untuk terus menapaki jalan Allah SWT.

Adzan adalah angin sejuk yang merambah ke hati dan pikiranku. Tak ada angin, Adzan pun jadi. “Tika, bagaimana keadaanmu nak? Apa tidak merasa pusing lagi?”. Ibuku bertanya dengan suara lembut nan menyentuh relung hatiku, menambah sejuk hatiku. Oh, ibuku yang kucintai, ibuku yang selalu menasihati aku untuk selalu menjadi seseorang yang baik, soleh dan pintar. “Alhamdulillah baik bu, tika sekarang akan memenuhi panggilan itu karena Allah.”. Ibuku sangat perhatian padaku meskipun usiaku sudah 20 tahun. Selesai sholat dzuhur berjamaah di masjid aku menyelesaikan tugas kuliahku, meskipun ini hari libur aku tak akan membuang waktu ku. Aku akan pergunakkanya dengan sebaik-baiknya. Setelah tugas-tugasku kelar. Aku tidak lupa untuk makan dan meminum obat. Iya benar kenapa ibuku selalu perhatian lebih ke aku. Karena aku mengidap szikrofenia dan saat ini aku dalam masa berobat jalan. Ya memang penyakitku ini terlihat mengawatirkan. Banyak yang mengira aku udah tidak punya nyali dan tidak tangguh. Tetapi itu hanya perkiraan orang yang melihat hanya diluar saja. Siapa yang tidak berjuang. Aku banyak berjuang demi kuliah, ibuku, dan penyakitku ini beserta agamaku. Aku sakit karena sering melihat kakakku yang sering melakukan maksiat dan dahulunya aku juga sering disuruh untuk melakukan pacaran atau melakukan maksiat itu. Aku sering tidak tahan dengan tingkah kakakku ini, ingin rasanya aku membawa ibuku pergi sejauh-jauhnya hingga tak kita temukan lagi maksiat. Tapi Ibu selalu melarangku, Ibu selalu menyuruhku sabar, sabar dan sabar. Menjadi orang yang sabar menghadapi pemuda bajingan, begitu tepatnya. Kakakku yang sekarang bukan lagi kakakku yang dulu aku kenal. Dulu ia sangat baik sekali, tapi semenjak Ayah meninggal Ia jadi Brutal seperti ini. Menjadi pemuda pemabuk, dan suka main perempuan. Tak pernah Ia mendengarkan kata-kata Ibu, Ia selalu melawan, Anak durhaka.

“uhuk, uhuk, uhuk…” suara batuk Ibuku yang sudah lanjut usia berumur 56 tahun. “uhuk, uhuk, uhuk…” suara batuk ibu membuat air mataku pecah tak tertahan lagi. Kali ini Ibu angkat bicara “nak, kau menangis?” tanya Ibuku, aku tak mampu menjawab. “kenapa kau menangis? Kamu ini seorang yang pemberani, dan tak cengeng. Kenapa kamu harus menangis?” sanggah Ibu membuat aku harus membendung air mata yang mengalir di tangan Ibuku. “uhuk, uhuk, uhuk…” kali ini lebih keras. Sejenak ku menatap wajah Ibu yang meneteskan air matanya, Ia berdiri di pintu dengan pisau di tangan kananya.

Permasalahanku dimulai dari ulah kakakku. Dia mempunyai pacar dan selalu melakukan maksiat dengannya. Aku hanya bisa melihat tertegun melihat keadaan itu. Dan di siang hari yang terik ini, aku telah diperkenalkan oleh kakaku dengan seorang pemuda tampan. Kakak menyuruhku untuk kencan dengannya. Karena aku agak labil, aku menurut saja apa kata kakakku. “Tika kamu jalan saja sama si Noval” itu pinta kakakku. Aku hanya bisa menurutinya. Tanpa pamit ke ibu dahulu. Aku dan Noval jalan menuju taman ria. Awalnya memang baik-baik saja, tetapi sesaat kita pulang. Noval mengajakku ke sebuah hotel. Hotel itu bernama MELATI, aku hanya bisa menurutinya. Akhirnya akupun melakukan hal maksiat itu kepada Noval. Pulang dari itu akupun menangis sejadi-jadinya. Karena sebelumnya belum pernah aku melakukan hal itu.. Aku merasa aku bukan seseorang yang sesungguhnya. Aku ini siapa saat ini.

Keesokan harinya saat aku dikampus ”Tika…” teriak seorang gadis berjilbab berwarna biru muda, warna yang teduh. Ternyata aku sangat mengenaknya. Seorang wanita yang aku melihat dan mendengar namanya. “Zahra…!!!” teman satu fakultas denganku, anak seorang Dokter langganan Ayahku dulu sekaligus sahabat karibnya. Zahra, wanita yang cantik, pintar, baik, dan solehah. “Assalamualaikum Tika”, “walaikumsalam, ada apa Zahra? Kenapa kamu menghampiriku? Aku sedang sibuk. “Aku mau mengajakmu ikut kajian!” “Bagaimana, apakah kamu ingin ikut denganku?”  Aku pun menyanggupinya. Aku mengenal banyak hal dalam diskusi kali itu. Semua tentang agama dijabarkan dan dijelaskan secara terperinci. Sebelumnya aku jadi amat cinta sama si Noval. Walaupun banyak penjelasan dan cermah yang aku dengar.

Keesokan harinya aku mendapatkan kabar yang amat menggelegar. Noval yang katanya mencintaiku, ternyata dia sudah mempunyai istri dan satu anak perempuan. Betapa terkejutnya diriku. Lemas dan layu badan ini untuk menyangga. Akhirnya aku pingsan dan tidak sadarkan diri. Ibuku hanya bisa membantuku dan menanyakan penyebab aku lemas begini. Tetapi aku tidak bisa bilang apa-apa.

Rabu, 12 November, 10.21 WIB, aku dibawah oleh 2 orang body guard dan mengajak ku kesuatu tempat. Ternyata itu tempat rumah sakit jiwa. Iya sekarang aku ditahan atau lebih tepatnya menjadi pasien rumah sakit jiwa. Disana aku linglung dan lupa akan segala hal. Patah hati ini membuat semua perasaanku kacau dan tak tangguh lagi. Hari demi hari kulewati di tempat ini. Aku menemukan banyak teman yang sejenis denganku. Banyak pula perawat dan dokter yang mendatangi, menanyaiku. Tiap hari pun aku diberi obat-obatan yang banyak dan membuatku semakin tenang. Memang aku diberi obat penenang disini. Di rumah sakit jiwa aku berusaha tegar dan selalu berdoa semoga diberi kesembuhan oleh Allah SWT.

Ibuku selalu menjenguk ku dan selalu mendoakanku akan musibah yang menimpa diriku ini. Sebulan telah berlalu aku sudah bisa keluar dari tempat itu. Saksi bisu sebuah penyakit yang menimpaku. Aku harus mampu bangkit. Aku perempuan tangguh. Aku dinyatakan bisa rawat jalan oleh dokter. Sebulan sudah aku dikurung ditempat itu, aku tidak pernah ikut kajian lagi. Sesaat aku rindu dengan teman-temanku, terutama Zahra.

Kamis, 13 Desember, 13.00. Sehabis sholat aku diajak oleh Zahra untuk ikut kajian. Zahra menjemputku dengan mobilnya. Disana aku belajar agama lagi. Belajar setapak demi setapak, mengikhlaskan semua yang telah terjadi pada hidupku. Aku mau memulai perubahan dengan tidak mau melakukan pacaran lagi. Tetapi banyak yang mencemooh aku. Aku dibilang hanya pencitraan saja. Tak apalah dibilang begitu, tetapi aku tekat bulat untuk tidak melakukan maksiat itu. Aku berusaha melupakan Noval. Berusaha memaafkan kesalahan kakakku. Sejak berusaha untuk tobat, aku berusaha menjemput jodoh ku dengan menunggu dan menunggunya dalam sabar dan doa. Aku memilih untuk mengekost dekat dengan kampusku. Aku juga berjuang dengan sekuat tenaga untuk melawan penyakitku. Kalau disaat penyakitku kambuh aku bisa berhalusinasi dan delusi. Aku tidak mau penyakit itu muncul lagi dihidupku. Aku mendekatkan diri kepadaNya.

Hari demi hari kulalui, banyak peristiwa terjadi silih berganti. Sesaat aku teringat teman-teman yang berada didalam rumah sakit jiwa. Banyak peristiwa yang mereka alami. Sehingga membuat dia jatuh dan terguncang jiwanya. Misalnya Reni, ia terguncang saat rumahnya terbakar hebat dan meluluh lantahkan rumah beserta isi dan anak-anaknya. Reni syok dan menjadi gila karena kurangnya ikhlas dan keimanan yang dia punya. Ada lagi Tommy, dia ditinggal Istrinya dan kedua anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Ia melakukan mengurung diri di kamar selama berbulan-bulan. Sesaat direhabilitasi di rumah sakit jiwa, dia kesulitan untuk berjalan dan menelan makanannya. Ada teman aku Sintya, dia kejiwaan kekurangan kebahagiaan di masa kecilnya. Ia seakan lupa ingatan dan hanya ingat masa kecilnya. Dia selalu menyanyi lagu anak-anak dan berperilaku selayaknya anak kecil. Itulah yang aku ingat teman-temanku selama di dalam ruang rehabilitasi rumah sakit jiwa.

Senin, 17 Januari, 15.00 Aku pulang ke rumah. Aku buku pintu rumahku yang seperti tak terawat lagi. Aku ucap salam, tak dijawab. Aku panggil Ibu, Ibu, Ibu. Tak ada jawaban. Ku ulang lagi. Aku mendengar suara tangisan kecil dari arah belakang, Aku berjalan ke belakang. Dan… Pemandangan yang mengerikan kulhat di sudut ruangan, seorang pemuda kurus kering, mata cekung, rambut panjang acak-acakan, dan tak memakai baju, hanya celana. Menekuk kakinya dan memeluk lututnya, Ia terus menangis. “Kakak.” “kakak, kau kenapa? Ibu dimana?” Aku bertanya berulang kali tetap tak Ia jawab. Baru Aku sadari bahwa kakakku gila dan buta. Aku sedih. Aku bawa kakakku ke rumah sakit jiwa, tempat dimana aku dirawat dahulu. Aku pergi ke rumah Zahra, Aku bertanya pada Zahra dimana Ibu. Dia hanya diam seribu bahasa, hanya matanya yang berkaca-kaca. Aku harus tegar menghadapi semua ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DETIK ITU

  Sinar sang surya telah meninggi di atas jam 12.00 WIB, surya yang sangat terik, tak ada awan yang menghalanginya, tak ada 1 burung pun yan...