MEMBANGUN
INDONESIA EMAS
Untuk
membangun Indonesia emas diperlukan suatu usaha yang tertata dan itu tidaklah
mudah untuk dilakukan. Masalah utama saat ini yang sering jadi bahan
pembicaraan adalah tentang kesenjangan sosial. Ini sudah biasa terjadi di
Negara kita dimana orang kaya akan semakin kaya sedangkan yang miskin tetaplah
miskin. Untuk itu perlu adanya upaya untuk mengatasi masalah ini. Contoh nyata
untuk mengatasinya dengan menyemarakkan tradisi kerja keras. Dengan kerja keras
dapat meningkatkan ekonomi di dalam keluarga kita.
Tradisi
kerja keras. Tradisi ini sebagian dari etos kerja, yang sangat penting untuk
ditumbuhkan. Tidak ada cara yang lebih mulia untuk mengejar ketertinggalan,
mencapai suatu cita-cita kecuali menumbuhkan semangat kerja. Memang, kerja
keras memerlukan perubahan mindset dan energi yang luar biasa, akan tetapi
dengan tradisi keilmuan yang sudah terbangun, spirit kerja keras akan dengan
mudah dikembangkan menjadi kerja cerdas. Kombinasi kerja keras dan kerja cerdas
akan mampu menciptakan kreasi dan inovasi. Kita kejar ketertinggalan kita, kita
raih cita-cita kita dengan kerja keras dan cerdas. Ukuran yang paling mudah
kerja keras ini adalah kebiasaan memulai kerja sebelum jam kerja resmi dimulai
dan mengakhirinya setelah jam kerja resmi berakhir.
Hal
kedua yang perlu diketahui tentang membangun Indonesia emas tentang kualitas
pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sangat
buruk. Biaya sekolah yang semakin mahal tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan.
Paradigma pendidikan kita lebih ditekankan pada bagaimana menghasilkan lulusan
yang memiliki kecerdasan soft skill dan hard skill yang memadai. Sehingga saat
terjun kemasyarakat bisa menjadi seorang pemimpin yang baik.
Mengamati
kondisi sosial kemasyarakatan bangsa ini sekarang, kita rasanya berada dan
terjebak dalam keironisan. Kondisi dimana adanya perbedaan antagonistik antara
kemestian sebagai suatu keniscayaan dengan fakta sebagai suatu kenyataan. Ada
beberapa indikator kenapa sampai pada kesimpulan tersebut. Pertama, dalam
kancah global, mestinya dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, peran
bangsa ini didalam percaturan ekonomi, politik, dan lainnya harus istimewa,
tapi kenyataannya masih sangat kecil, bahkan kalah dengan bangsa-bangsa lain,
yang jika diukur dari jumlah penduduk, luas wilayah atau geografis, kekayaan
sumber daya alam, dan lainnya, lebih besar kita. Kedua, keironian dimana banyak
dijumpai masyarakat yang memiliki atau berada di sekitar sumber daya alam yang
begitu besar, seperti hutan misalnya, justru mereka yang paling mengenaskan
kondisi sosial-ekonominya. Ironi ketiga, terhadap gejala politik lokal.
Mestinya yang memiliki hak lebih, mereka yang menentukan dan lebih dominan.
Keempat, mestinya dunia pendidikan di Indonesia adalah tempat bersemainya
nilai-nilai kecerdasan, intelektualitas dan kesantunan atau keadaban, tapi
masih sering dijumpai dalam faktanya, di beberapa tempat pendidikan baik dasar,
menengah maupun perguruan tinggi, adanya prilaku-prilaku yang menghambat
tumbuh-suburnya kecerdasan dan kesantunan. Ini bias dilihat ketika dibeberapa kampus
dalam skala besar maupun kecil, konflik berkembang menjadi suatu anarki yang
tidak lagi mencerminkan sebuah lembaga pendidikan.
Ironi
kelima, mestinya para agamawan dan cendekiawan biasa menjadi pencerah bagi
masyarakat agar mereka terbimbing dari perilaku-perilaku tidak terpuji, tapi
pada kenyataannya masih sering dijumpai lembaga-lembaga dimana para agamawan
dan cendekiawan berkumpul, justru meredupkan nilai-nilai pencerahan itu.
Keenam, partai-partai politik yang mestinya menyuarakan aspirasi masyarakat
seringkali terjebak di dalam adu kepentingan antar elite, pengurus dari partai
politik itu, sehingga parpol tidak sibuk mengurusi atau menjaring aspirasi
secara luas, tapi disibukkan dengan konflik-konflik internal
Membangun
Indonesia emas hal ketiga juga dapat dilakukan dengan membina insan positif.
Dari pedoman tersebut dimengerti bahwa bagi tiap insan berlaku aturan kebaikan
mendapat imbalan positif, sebaliknya kejahatan mendapat imbalan dalam bentuk
efek negatif. Sebenarnya, untuk berpikir positif bukanlah hal yang sulit
dilaksanakan sebab kita dikaruniai otak yang di dalamnya ada suatu sistem
pikiran yang bekerja otomatis. Salah satu contohnya dengan menggerakan generasi
muda untuk berhenti memakai narkoba. Karena barang satu ini termasuk barang
haram yang dapat merusak kesehatan generasi emas penerus bangsa. Selain itu ada
juga melakukan hal positif dengan tidak melakukan dan menyerukan agar tidak
melakukan sex bebas. Banyak sekali generasi penerus bangsa yang melakukan
pacaran berlebihan, perilaku tersebut dapat memicu terjadinya penyakit yang
sangat bahaya seperti AIDS dan sifilis. Selain itu dengan banyaknya video porno
yang menyebar begitu luas di zaman ini, sangat berbahaya untuk generasi emas yang
rentan adanya sex bebas. Perlu adanya binaan moral dan yang terpenting agama
agar tehindar dari pergaulan yang sangat merusak.
Hal
keempat yang perlu dibangun adalah dengan membangun dan mengelola sumber daya
alam. Sumber daya alam Indonesia sangat luas, terutama sumber daya alam hayati.
Konservasi kawasan perairan merupakan salah satu yang perlu dikelola. Pada
kedalamannya, laut Indonesia memendam hamparan terumbu karang yang ditempati
lebih dari 500 spesies dari 70 generasi terumbu karang. Taman air dangkal ini
membentuk relung-relung ekologi yang didiami ratusan ikan karang, alga,
crustacean, moluska, mamalia dan reptilian laut. Komunitas biota laut dan
terumbu karang ini berpadu membentuk surga bawah laut yang indah yang perlu
untuk kita lestarikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar